Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Friday, December 2, 2011

Hukum Makan Hewan Buas

Para ulama selalu menyebutkan makanan yang halal dan yang haram. Ini bertujuan agar kita bisa selektif dalam makanan. Namun hukum asal setiap makanan adalah halal dan boleh. Inilah hukum asal yang mesti dipahami. Oleh karenanya, jika para ulama berselisih pendapat dalam makanan, apakah boleh dikonsumsi ataukah tidak, maka kita kembalikan ke hukum asal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dan patut dipahami bahwa segala hal yang diharamkan dalam Al Qur’an dan hadits, sudah pasti dihukumi haram. Itulah yang berlaku pula dalam hal binatang buas yang akan diulas pada kesempatan kali ini.
Pahami Tiga Macam Nash
Perlu dipahami bahwa makanan itu ada tiga macam, yaitu:
  1. Yang terdapat dalil yang menunjukkan halalnya.
  2. Yang terdapat dalil yang menunjukkan haramnya.
  3. Yang didiamkan oleh syari’at. Sesuatu yang tidak disebutkan (didiamkan) halal ataukah haram adalah sesuatu yang dimaafkan oleh Allah Ta’ala. Dan asalnya, hukumnya halal.
Larangan Memakan Binatang Buas Bertaring
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)
Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)
Pandangan Ulama Madzhab Mengenai Hukum Binatang Buas
Pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyah, “Dimakruhkan memakan hewan buas (pemangsa) baik hewan piaraan seperti kucing dan anjing atau hewan liar seperti serigala dan singa. Sedangkan mengenai monyet dan kera, ulama Malikiyah berpendapat boleh memakannya.” Ulama Malikiyah bisa berpendapat makruh karena mereka menganggap hewan yang diharamkan hanyalah yang disebut dalam Al Qur’an, surat Al An’am ayat 145. Adapun hewan buas tidak tercakup dalam ayat tersebut. Sedangkan larangan memakan hewan setiap hewan yang bertaring dibawa ke hukum makruh menurut mereka.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bolehnya memakan sebagian binatang buas seperti “الضّبع” (rubah, sejenis serigala), tupai, “الفنك” (sejenis serigala), “السّمّور” karena taring binatang-binatang tersebut tidaklah kuat. Ulama Syafi’iyah –menurut pendapat lebih kuat- berpendapat bahwa kucing rumah maupun kucing liar, serigala, dan luwak haram.
Ulama Hambali hanya membolehkan memakan “الضّبع” (rubah, sejenis serigala) dari hewan buas yang ada. (Dinukil dari Al Mawsu'ah Al Fiqhiyyah, terbitan kementrian agama Kuwait)
Halalnya الضّبع (rubah, sejenis serigala)
Hewan yang kami maksudkan ini hanyalah mirip serigala, namun berbeda. Adh Dho'bu (rubah) di sini dibolehkan karena ada nash atau dalil sebagai pendukung.
dhobu

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ « هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ ».
Aku berkata pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai rubah. Beliau bersabda, ‘Binatang tersebut termasuk binatang buruan. Jika orang yang sedang berihrom memburunya, maka ada kewajiban sembelihan domba jantan’.” (HR. Abu Daud no. 3801. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Dari Ibnu ‘Abi ‘Ammar, ia berkata,
سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الضَّبُعِ فَأَمَرَنِي بِأَكْلِهَا فَقُلْتُ أَصَيْدٌ هِيَ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ أَسَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
“Aku bertanya pada Jabir bin ‘Abdillah mengenai hukum rubah. Aku pun dibolehkan untuk memakannya. Aku pun bertanya, “Apakah binatang tersebut termasuk hewan buruan?” “Iya”, jawab Jabir. Aku berkata, “Apakah engkau mendengar hukum binatang tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” “Iya betul”, jawab Jabir.” (HR. An Nasai nol. 4323. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Ada seseorang yang mengabari Ibnu ‘Umar bahwa Sa’ad bin Abi Waqqosh memakan rubah.” Nafi’ berkata, “Ibnu ‘Umar tidaklah mengingkari perbuatan Sa’ad.” (HR. Abdur Rozaq, 4: 513)
Dalil-dalil di atas mendukung rubah atau “الضّبع” termasuk binatang buas yang dikecualikan dan hukumnya halal.
Yang Dimaksud Memiliki Taring
Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat, “Dalil di atas (yang menyatakan haramnya memakan hewan buas yang memiliki taring) menunjukkan akan halalnya hewan buas yang tidak memiliki taring.”[1]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan memiliki taring–menurut ulama Syafi’iyah- adalah taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).”[2]

Sumber : Rumaysho 

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More